Annisa... seorang model iklan sampo dengan bayaran milyaran rupiah karena rambut indahnya pergi dari riuh nya dunia infotainmen Indonesia ke sebuah negeri yang bahkan ia tak pernah memimpikannya. Mimpinya adalah Prancis, untuk kuliah permodelan. Karena kesalahan yang ia lakukan sendiri, terjerumus ke dalam pergaulan bebas dan tertangkap basah di dalam sebuah kamar hotel bersama sekumpulan temannya yang pecandu, ia ditawari pergi oleh produsernya, Raj Singh, ke Istanbul, Turki.
Seorang artis ibu kota dengan bayaran mlyaran rupiah ini hilang dari dunia infotainmen Indonesia setahun lamanya demi menempuh sekolah bahasa Turki sebelum melanjutkan ke jenjang perkuliahan yang sesungguhnya. Namun, apa yang dia pikirkan tentang Turki berbeda dengan kenyataan.
Dibantu dengan sahabat- sahabat barunya, Ameesha yang merupakan cucu Raj Singh dan seorang India tulen yang bersekolah Teknik Informatika di Turki layaknya orang India lain yang terkenal akan kelihaiannya dalam "dunia" komputer, dan Nuray yang merupakan sahabat Raj, istri seorang diplomat terkenal Turki, dan designer baju muslimah, Annisa berjalan mengarungi hidup barunya di negeri orang.
Video wasiat peninggalan Sang Ibu sebelum berangkat ke Turki membuat hidupnya semakin tak menentu, ditambah dengan segala mimpi yang sama dan berulang terus menerus dalam waktu yang lama membuatnya semakin khawatir dan tertekan. "Kesalahan yang sama" dan "Kapan kamu berjilbab, Sayang?", dua kata yang disebutkan dalam video wasiat Sang Ibu mnghantui dirinya selama di Turki.
Kesalahan apa? Mengapa jilbab?
Beruntung Nuray mengajaknya ikut serta dalam berbagai peragaan busana muslim dan mempertemukannya dengan Anne, seorang wanita tua kurator museum Haghia Sophia yang terkenal itu dna juga ibu mertua Nuray. Tanpa kalimat menggurui, Anne mengutarakan berbagai hal tentang sejarah jilbab.
Jilbab adalah sebuah penutup kepala bagi perempuan yang telah ada bahkan sebelum Islam datang. Cleopatra menggunakan penutup kepala yang disebut headress pada masanya, dalam kitab Taurat disebutkan bahwa perempuan Yahudi juga diperkenankan menggunakan penutup kepala, dan bahkan Bunda Maria atau Siti Maryam atau ibunda Yesus Kristus atau Nabi Isa a.s menggunakan tutup kepala yang sampai saat ini masih digunakan dan diaplikasian oleh para biarawati di seluruh gereja di dunia. Tidak hanya penutup kepala namun mereka juga menggunakan busana yang longgar.
Sebelum Islam datang, perempuan yang menggunakan penutup kepala adalah perempuan yang memiliki derajat sosial tinggi dibandingkan perempuan lain di seluruh negeri, dimana sebelum Islam datang perempuan banyak yang dijadikan pemuas hawa nafsu laki-laki maupun budak dan mereka tidak menutup kepala serta anggota tubuh mereka.
Setelah Islam datang, jilbab merupakan penyempurnaan dari apa yang telah dilakukan pada masa sebelumnya. Semua wanita derajatnya adalah sama sehingga mereka pantas menggunakan jilbab. Perbudakan juga dilarang sehingga wanita pada masa Islam, peninggian derajat adalah suatu hal yang penting dengan cara menggunakan jilbab.
Namun, apa yang terjadi pada zaman sekarang sungguh terbalik. Banyak negara terutama yang menggunakan sistem sekulerisme memiliki undang-undang yang melarang seorang wanita menggunakan penutup kepala, terutama niqab dan burka. Contohnya adalah Prancis, Jerman, dan bahkan Turki, sebuah negara sekuler dengan mayoritas penduduk nya muslim namun melarang penggunaan jilbab di seluruh instansi pemerintah bahkan sekolah.
Jilbab dipandang sebagai pembatas ruang gerak bagi para wanita dan melanggar hak asasi manusia. Padahal menggunakan jilbab adalah suatu hal yang tidak hanya kewajiban bagi para muslimah namun juga pilihan hidup, hak seorang muslimah dalam melakukan apa yang dia inginkan. Bukankah jika undang-undang itu melihat bahwa jilbab melanggar hak asasi manusia adalah suatu hal yang salah alamat?
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa penggunaan niqab atau burka banyak pro dan kontra, dikarenakan banyak orang yang memanfaatkan tertutupnya anggota tubuh ini sebagai "kedok" dalam melakukan berbagai tindak kejahatan. Sehingga banyak undang-undang di berbagai negara yang mewajibkan semua wanita untuk memperlihatkan wajah nya.
Jilbab adalah pelindung bagi kaum perempuan seperti yang telah dijanjikan Allah SWT. Tak heran, tingkat kejahatan pada kaum wanita di berbagai negara yang mayoritas penduduknya muslim dan tidak ada batasan maupun larangan dalam menggunakan jilbab sangatlah rendah, berbanding terbalik dengan negara-negara yang menerapkan undang-undang tersebut.
Annisa menyadari betul dengan tidak berjilbab di Turki, keselamatannya di ujung tanduk ketika dia pulang dan pergi sendirian di malam hari tanpa teman. Walaupun dia berusaha menutup tubuhnya dengan pakaian, jeans ketat dan kaos. Tetap, laki-laki akan mengganggu seorang wanita yang tidak memiliki perlindungan. Jilbab adalah perlindungan utama.
Namun menggunakan jilbab adalah sebuah hal yang tidak main-main. Diperlukan sebuah kekuatan lahir dan batin untuk tidak akan melepas jilbab nya apapun yang terjadi.
Bagaimana dengan rambutnya yang mahal itu? Bagaimana kontrak kerjanya dengan produk sampo remaja itu? Bagaimana dengan kehidupannya sebagai artis? Bagaimana dengan ayah dan adiknya dalam menerima perubahan dalam hidupnya?
Buku ini menggambarkan dengan baik konflik batin seorang Annisa. Seorang perempuan yang memiliki rambut mahal namun tertekan oleh wasiat sang ibu yang menyuruhnya berjilbab, kontrak kerja, dan kehidupannya sebagai artis.
Hal yang sangat kuingat dan membekas adalah ketika Anne berkata ke Annisa...
"Jilbab bukan sekadar busana bagimu, ia adalah simbol kesantunan sekaligus rasa aman bagi kaum perempuan"
Rasanya kalimat ini sungguh menohok diriku yang teringat ketika masih masa "ababil" nya remaja, aku telah berjilbab namun hanya ketika sekolah. Ketika di luar aku akan melepas jilbab ku. Hal ini berlangsung hingga bangku kuliah semester 5.
Masih ingat rasanya ketika aku melepas jilbab ku, setan merenggut diriku. Aku terjerumus dalam pergaulan yang "kurang" benar, walaupun aku tidak pernah punya teman yang memakai narkoba atau miras. Namun, tetap saja, di kota sekecil Gresik dan kota yang agak lebih besar Surabaya, apa yang aku lakukan mungkin tidak bisa diterima.
Keluar hingga larut malam, walaupun hanya jalan-jalan ke mall ataupun nongkrong di kafe dan minum kopi, kebut-kebutan motor, ke luar kota tidak ijin orang tua, dan lain sebagainya... Hidup "mewah" dan "hedonisme" itu mengurungku... Tak hanya itu, pandangan dan godaan para laki-laki iseng serasa duri tajam yang menusuk.
Namun, jika aku menggunakan jilbab ku saat di sekolah... aku masih ingat rasa aman itu. Rasa aman yang membuatku menolak diajak nongkrong malam-malam bersama kawan-kawan ku. Serta tak pernah ada pandangan menggoda laki-laki nakal lagi kepadaku.
Beruntunglah diriku, Alhamdullah... masa-masa "ingin tahu" ala remaja itu sudah usai. Orang tua yang begitu pengertian dengan memberiku nasihat yang luar biasa membuatku sadar apa yang aku lakukan salah. Bahkan ayahku sempat berkata sesuatu sehingga membuatku menangis dan bertobat untuk tidak akan pernah melepas jilbab ku lagi...
"Pakai jilbab aja masih sering buka copot... lepas aja sekalian...hatinya dulu dikerudungi...baru kepalanya..."
Mungkin benar, hati yang dikerudungi terlebih dulu. Namun, kapan aku akan merasa bahwa hatiku sudah berkerudung? Mengeruungi hati butuh proses. Bahkan ibuku berkata bahwa mengerudungi hati itu dilakukan seumur hidup.
Kalimat ayahku adalah sindiran paling tajam dalam hidupku dan akan kukenang selamanya...
Jadi, jika kau seorang muslimah, Kapan kau berjilbab, Saudariku?
sipppooo :) kereeen ~ jadi pingin baca
ReplyDeleteBaca non... ada pasti di toko buku... xixixixi sudah berapa kamu seminggu? aq ke delay... kalah sama kamu nih kayaknya challenge nya... =="
Delete