Saya mulai tulisan ini dengan menanyakan ke diriku sendiri... "Kenapa aku ingin menulis sesuatu yang sudah panas? Kenapa aku ingin menuliskan tentang pemikiranku disini yang mungkin akan dicerca banyak orang yang tidak sepamahaman denganku?"
Jawabannya cukup mudah... karena aku suka menulis dan aku ingin membagikan buah pikiranku ke orang lain yang mungkin bisa bermanfaat.
Pertanyaan selanjutnya... "Kenapa topik agama? Bukannya masih ada topik lainnya?"
Karena ini mengganggu pikiranku dan merasa bahwa dibutuhkan adanya suatu tulisan yang mungkin bisa membuat orang lain mengerti bahwa "do not just trust media" and "understand that you're the one who should think out of the box" and "be a true Muslim"
"Lalu, apakah dengan ini orang lain bisa mengerti apa yang akan kuceritakan dan mungkin berubah?"
Let's hope that will come true. haha I'm just no body. Aku hanya seorang wanita Muslim berkewarganegaraan Indonesia yang sedang belajar di luar negeri dan berusaha untuk menyelesaikan kuliah, tapi sedih melihat kondisi negara ku dan saudara-saudara ku.
"Ok then... show the readers what you thought."
Sudah tidak perlu ku ungkit terlalu banyak tentang kasus penistaan agama yang menyerang Gubernur DKI Jakarta. Semua orang sudah tahu bahwa itu yang sedang terjadi saat ini karena masalah Pak Ahok yang mengatakan kepada masyarakat Pulau Seribu untuk "jangan mau dibohongi oleh Q.S. Al-Maidah:51"
Yang menjadi poin utama ku disini adalah bagaimana masyarakat Indonesia menyikapi hal ini, dilihat dari sudut pandang seorang wanita yang sedang duduk di balik layar komputer dan sering tidak produktif karena terlalu sering membuka Facebook dan Line. hahaha
Seperti yang sudah biasa terjadi, terutama di periode pemilu, yang namanya isu sering sekali disetir sedimikian hingga membuat suatu berita, terlepas dari benar tidaknya, menjadi luar biasa. Pelakunya? tentu saja media mainstream. Hebatnya, berita ini sangat cepat beredar di internet. Aku tidak heran sih. Karena menurut data statistik, pengguna sosial media di Indonesia adalah salah satu yang terbesar di dunia.
Bahkan aku pernah membaca di salah satu jurnal internasional, lupa judulnya dan pengarangnya, karena pada saat itu jurnal tidak jadi kumasukkan ke jurnal yang sedang kutulis, bahwa "sosial media adalah media paling efektif dalam sarana penyebaran informasi, terutama di era pemilu." Kalau tidak salah ini yang menulis adalah orang Amerika dan dia melakukan riset tentang proses pemilu presiden tahun 2008-2009.
Kenapa bisa begitu? Karena "the power of peers" itu sangat terasa.
Saat ini aku sedang melakukan riset yang berhubungan dengan "the power of peers". Ketika suatu faktor di dalam teknologi digabungkan dengan pengaruh teman, maka pengaruh ini akan sangat berbeda ketika tidak ada teman di dalamnya. Contoh, kepercayaan terhadap sebuah teknologi, akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kualitas informasi yang diberikan oleh teman. It's proven to be significantly influence.
Jadi, ketika ada berita yang "lumayan hot", masyarakat Indonesia akan dengan mudah mengakses sosial media, menyebarkannya ke teman-temannya atau publik, dan disebarkan ulang oleh teman-teman mereka. Terlepas dari benar atau tidaknya sebuah informasi.
Hal yang cukup unik terjadi ketika sebagian besar, bukan semua, menganggap bahwa apa yang mereka sebarkan ke ranah publik adalah sesuatu yang benar, padahal informasi tersebut belum tentu benar. Kenapa aku bisa tahu? Karena setiap kali ada yang menyebarkan sebuah informasi di sosial media, mereka akan menambahkan buah pikiran mereka dalam bentuk tulisan. Sebagian besar dari orang-orang ini akan menuliskan tulisan yang menjurus ke arah "this is right and the other is wrong", which is refer too... "I'm right and you're wrong"
Terlebih ketika yang dibahas adalah sesuatu yang berhubungan dengan agama, dalam hal ini agama Islam.
Sebagai seorang Muslim, tentunya kita sudah tahu betul bahwa tidak baik untuk mengucapkan atau bahkan berpikir bahwa kita adalah satu-satunya yang paling benar dan orang lain tidak benar. Karena benar tidaknya sesuatu hanya pada Allah. Kita sebagai manusia, hanya bisa berdoa dan rendah diri terhadap apapun.
Di sisi lain, ketika ada sebuah informasi, haruslah kita untuk ber-tabayyun terlebih dahulu.
Nah, sebagian besar dari masyarakat Indonesia tidak melakukan tabayyun. Mereka cenderung langsung menentukan bahwa berita tersebut benar adanya.
Memang susah untuk ber-tabayyun kepada orang yang disebutkan di dalam berita tersebut. Tapi, itu lah challenge nya. Apakah bisa melakukan filter terhadap sumber berita mana yang bisa dipercaya maupun tidak? Bagaimana jika tidak bisa?
Alangkah baiknya jika lebih baik diam.
Mungkin ada yang bepikir..."hei itu tulisan, bukan ucapan" ... sama saja bukan? apa yang dituliskan adalah apa yang diucapkan.
Hal ini juga tidak dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama yang Muslim. Karena mereka cenderung dengan secara terbuka memberikan opini yang semestinya tidak diperlukan untuk orang lain tau.
Di sisi lain, banyak oknum, yang mungkin memanfaatkan kondisi untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Aku tidak akan membahas tentang rencana politik maupun ekonomi suatu oknum tertentu. Namun, hal ini sudah banyak diketahui bahwa ketika ada sebuah isu, maka di balik layar, terdapat beberapa orang yang pasti akan memanfaatkan kondisi, apapun tujuannya.
Apakah kita mau membantu tujuan oknum yang tidak baik dengan menyebarkan berita yang belum jelas benar atau tidaknya? Bagaimana jika tujuan itu tidak ada baik-baiknya, hanya buruknya saja?
Banyak yang mungkin beranggapan bahwa "aku tidak tahu ada tujuan itu, yang penting kuanggap benar maka akan ku share"
Inilah yang kurang baik menurutku dan menjadi bumbu ataupun minyak bagi yang sudah panas menjadi lebih panas lagi.
Masyarakat kurang mengerti bahwa jika tidak tahu lebih baik diam, tabayyun, dan tunjukkan dengan yang apa yang dipercaya di dalam konteks yang lebih baik. Misalnya, tidak memilih calon yang dianggap tidak baik. Bukan dengan semakin menyebarkan fitnah ataupun kalimat yang tidak baik.
Dikarenakan cepatnya informasi yang tersebar, membuat orang-orang sepertiku yang notabene "lebih baik diam" menjadi risih. Isi sosial media 80% terkait isu yang sedang panas dan terjadi perdebatan sana sini, yang intinya adalah "I'm right and you're wrong". Lingkungan seperti ini sepertinya tidak baik untuk kesehatan mental saya. haha
The most important thing that we have to put on our mind are ... PATIENT, FORGIVE, and LEARN.
Masih ingatkah apa yang dilakukan Rasulullah ketika bangsanya sendiri membenci Islam, meludahi, dan mencelakai Beliau? Bersabar, memaafkan, dan belajar.
Tulisanku ini mungkin menjadi cambuk untuk diriku sendiri untuk lebih berhati-hati ketika menyebarkan sebuah informasi. Semoga kita menjadi orang yang lebih baik lagi.
Amiinnn...