29 July 2015

Tamparan dari Kawan di Seminggu Terakhir Lebaran




Lebaran adalah saat yang dinanti untuk mengucapkan "Mohon Maaf Lahir Batin" kepada keluarga dan teman di seluruh penjuru negeri bahkan dunia. Saatnya "tiba-tiba" menghubungi kawan lama pun menjadi sebuah culture orang Indonesia. SMS atau chat atau BBM beruntun kepada semua orang di kontak handphone.

Kita semua tau apa arti teman. Ada beberapa orang yang menganggap teman itu orang yang bisa diajak ngobrol dan bercanda, atau bahkan meminjam uang saat kita butuh. Tapi ada juga yang menganggap teman itu orang yang selalu ada di saat kita membutuhkan mereka. Ada yang menyamakan arti teman dengan sahabat, tapi ada juga yang tidak. Intinya, arti kata "teman" itu subjektif tergantung orangnya.

Lebaran tahun ini membuat ku sadar arti kata "teman" yang sesungguhnya, menurutku pribadi.

Beberapa hari terakhir menjelang lebaran aku dihubungi seorang kawan lewat Facebook message. Kebetulan saat itu aku sedang berada di depan laptop sehingga bisa langsung merespon. Dia kawan SMA yang sangat baik. Kami sudah berteman sejak kami duduk di bangku SMA kelas 1 (atau kelas X) dan dia adalah orang yang berjasa besar di kehidupanku karena mengenalkan sahabat-sahabat terdekatnya kepada ku (dan akhirnya menjadi teman-teman baik ku juga) dimana kehidupan mereka jauh berbeda dari kehidupanku, dan membuatku sadar bahwa ada kehidupan lain di luar sana selain lingkaran di sekelilingku.

Biasanya, ketika lebaran tiba, kami akan mengadakan buka puasa bersama di rumahku atau rumah teman lainnya dan makan "simping" (bahasa Gresik dari sejenis kerang tipis yang sudah jarang ditemukan di pasaran dan kami harus membeli ke tengkulaknya langsung dan kami bisa menghabiskan 5kg simping semalam) bersama sampai "mabuk" (istilah temanku yang pusing karena kebanyakan makan kerang haha). Walaupun sudah lulus SMA, kami tetap akan melakukan rutinitas ini tiap tahun karena kami pasti pulang ke Gresik dari pekerjaan, kuliah, atau apapun itu, ketika lebaran menjelang.

Saat itu dia bertanya padaku apakah aku pulang ke Indonesia tahun ini karena dia tidak mendengar kabar dariku setahun belakangan ini sejak aku menikah. Sempat terhenyak ketika aku sadar bahwa aku lah yang tidak berusaha menghubungi dia untuk sekadar menyapa. Aku seketika meminta maaf karena kami tidak bisa berbuka puasa bersama atau berkunjung ke rumah satu sama lain seperti tahun-tahun sebelumnya karena aku tidak pulang ke Indonesia.

Beberapa hari berikutnya, aku dihubungi sahabatku sejak SMP. Dia bertanya bagaimana kabarku dan mengingatkan bahwa hari itu (1 hari sebelum lebaran), sahabat kami ulang tahun. Kaget yang sama terulang. Selama setahun belakangan ini aku menghubungi dia hanya beberapa kali dan tidak menanyakan bagaimana kehidupannya sekarang. Padahal, dia kuanggap sahabat terbaik ku. Dan aku lupa sahabat kami ulang tahun di hari itu. Segera aku meminta nomor telepon sahabat kami itu karena kebetulan hilang karena handphone ku sempat rusak, lalu meneleponnya. Sahabat kami itu terkaget-kaget ketika ditelpon dari Taiwan. Dia tidak menyangka aku meneleponnya jauh-jauh dari Taiwan hanya untuk mengucapkan Happy Birthday. Sebenarnya agak wajar karena dia sendiri juga menghilang dari dunia sosial media selama beberapa tahun belakangan ini dan satu-satunya cara untuk menghubungi dia ya lewat handphone nya.

Tidak hanya dua kejadian ini yang membuatku "tertampar", tapi banyak hal lain yang berhubungan dengan teman-teman ku yang "tiba-tiba" menghubungi ku selama seminggu terakhir bulan Ramadhan kemarin.

Beberapa hal yang ku pikirkan setelahnya adalah bahwa ternyata selama setahun terakhir ini atau mungkin beberapa tahun belakangan, bisa dibilang aku kurang menjalin komunikasi dengan teman-teman lama ku. Pada akhirnya aku "merasa" tidak punya dekat dan berusaha ikut berbagai kegiatan di taiwan yang membuatku sibuk dan mengenal orang lain. Padahal sebenarnya kalau aku mau, bisa saja aku masih dekat dengan sahabat-sahabat baikku ini walaupun aku di Taiwan. Sibuk dengan segala kegiatan riset, kuliah, dan kehidupan baru sebagai istri tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak menghubungi teman-teman, kan?

Disitulah aku sadar bahwa benar adanya Silaturahim itu penting. Kalau dulu sejak SD aku diajarkan bahwa silaturahim identik dengan bertemu secara langsung dengan orang lain, dan biasanya ke tetangga, sekarang aku benar-benar sadar bahwa Silaturahim tidak harus seperti itu. Sekarang dunia serba internet dan bersinggungan dengan orang lain sudah hal yang lumrah jika dibantu dengan media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Line, dan lain sebagainya. Jadi, tidak ada alasan dimanapun seseorang berada untuk tetap menjalin silaturahim dengan orang lain lewat berbagai media ini. Orang zaman dulu saja masih suka mengirim surat, mengapa kita yang punya media yang lebih bagus dan cepat tidak bisa?

Mungkin ini bisa jadi pelajaran tidak hanya untuk diriku sendiri tapi juga orang lain. Bahwa menjalin komunikasi dan silaturahmi dengan teman lama serta sahabat adalah penting adanya. Tidak hanya supaya kita tetap berteman dengan mereka tapi juga ada banyak hal positif lainnya yang bisa didapat.

Aku punya beberapa orang sahabat yang kehidupan mereka agak berbeda dengan diriku, seperti yang aku sebutkan sebelumnya. Ada yang lulus SMA bekerja di pom bensin padahal otaknya sangat cerdas, ada yang membantu orang tuanya berjualan bakso di pasar sambil kuliah, ada pula yang bekerja sebagai montir usai lulus SMK, dan lain sebagainya. Berbeda sekali dengan aku yang cukup beruntung memiliki orang tua yang mampu memberikan dana dan tenaga untukku berkuliah di ITS sampai lulus, lalu beruntung mendapatkan beasiswa S2 sampai S3 di Taiwan. Dengan tetap menjalin komunikasi dengan sahabat-sahabatku ini mungkin aku bisa mendapatkan sesuatu yang tidak kudapatkan dari temanku lain yang sudah bekerja di tempat yang bonafit. Sesuatu itu adalah pelajaran tentang kehidupan. Aku tidak pernah merasakan berada di tempat mereka, bergitu pula sebaliknya. Ini satu media yang baik untukku untuk belajar menghargai orang lain dan belajar menghormati mereka sebagai individu. Tidak menilai sebatas dari luarnya saja, tapi dari dalam.

Tapi bukan berarti teman-teman S1 tidak menjadi perhatian. Bukan seperti itu. Aku juga tetap harus berkomunikasi dengan mereka karena tidak bisa dipungkiri mereka pernah mengisi hari-hariku selama 4 tahun perkuliahan dan hampir setiap hari bertemu di kampus atau luar kampus.

Tidak bisa dipungkiri, setiap masa kehidupan seseorang bisa berubah karena kesibukan dan lain sebagainya. Baru saja aku mendengar siaran di radio ketika DJ nya mengatakan "Ketika seseoran lulus kuliah, banyak orang mengatakan bahwa orang akan berubah menjadi individualis dan lupa teman-temannya dulu, sehingga kita ingat masa kuliah, mereka akan kangen atau rindu" Aku setuju dengan pernyataan itu. Sangat setuju.

Berubah bisa kapan saja dan aku yakin ini saat yang tepat bagi diriku untuk berubah menjadi pribadi yang sosialis, tidak individualis. Sebagai seorang muslim, aku harus tetap menjalin silaturahim dengan teman-teman baik semasa SD, SMP, SMA, S1, S2, dan S3 serta teman-teman yang kukenal di luar bangku sekolah.
Intan Web Developer

A Wife and PhD candidate to-be in National Taiwan University of Science and Technology. Dreamer, Writer, Traveller, and Tech Addict. Like to travel everywhere and experience anything.

2 comments:

  1. Duh, aku ikut tertampar mbak. aku jarang bgt nyapa teman duluan, seringnya di sapa. apalagi teman lama :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebenarnya agak wajar seseorang bisa berubah individualis di masa pergantian kehidupan, Rosa. Cuma ini jadi peringatan buat kita aja bahwa individualis itu nggak baik dan menjalin silaturahim itu salah satu tonggak agama.
      Semoga kita bisa menjadi lebih baik lagi. :)
      Minal Aidzin Wal Faidzin, Rosa. Mohon Maaf Lahir Batin! ^^

      Delete

Anda bisa memasukkan komentar tentang postingan di sini...Terima Kasih ^.^