Hal menarik terjadi belakangan ini terutama berita seputar Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Katanya sih... Presiden Jokowi akan memberhentikan pengiriman TKI ke luar negeri pada tahun 2017 dan dimulai pengurangan jumlah pengiriman mulai tahun ini. Ada juga berita tentang TKW Arab Saudi yang dihukum mati, TKW Singapura yang bertengkar karena rebutan pacar orang India, dan bahkan yang terbaru TKI Taiwan yang ribut di konser dangdut. Hmm... banyak sekali berita negatif tentang TKI ini di media.
Baiklah aku akan bercerita seputar pengalamanku berinteraksi dengan para TKI di Taiwan selama 2,5 tahun ini. Aku memang sedang sekolah tapi bukan berarti aku tidak bertemu mereka. Justru kawanku banyak TKI yang bekerja di Taiwan. Apalagi ketika aku masuk ke dalam badan pelaksana Universitas Terbuka Taiwan dan juga sempat ambil bagian jadi panitia pemilu tahun lalu. Otomatis sedikit banyak aku tau bagaimana kehidupan para TKI ini.
Ada tiga jenis TKI yaitu TKI sukses, TKI gagal, dan TKI kaburan. Ini menurut bahasa ku saja yaa... haha TKI sukses adalah yang mengikuti jalur dengan benar dan sukses mengumpulkan uang untuk dibawa ke Indonesia sehingga kehidupan keluarga nya menjadi lebih baik serta tidak neko-neko di negara orang bahkan justru menjadi orang yang lebih baik. TKI gagal adalah TKI yang ikut jalur yang setengah benar dalam artian uangnya dihabiskan selama bekerja di negara orang sehingga saat pulang tidak ada uang yang terkumpul. TKI kaburan adalah TKI yang tidak hanya kabur dari majikannya karena ada juga yang sengaja kabur dengan berbagai alasan.
TKI sukses ini yang kebanyakan aku temui dan beberapa di antaranya menjadi kawan baik. Selama bekerja di negeri orang, mereka tidak pernah lupa tujuannya adalah mencari rejeki supaya kehidupan keluarganya di Indonesia menjadi lebih baik. Sehingga sambil bekerja mereka juga mencari ilmu. Ada yang ikut pengajian setiap hari minggu, ikut Kejar Paket A,B,atau C supaya mendapat ijazah, dan bahkan ada yang merelakan waktunya untuk menjadi mahasiswa Universitas Terbuka Taiwan. Ada juga yang aktif di berbagai organisasi agama ataupun yang lainnya. Beberapa juga ada yang part-time ketika mereka libur atau ikut pelatihan yang diselenggarakan oleh KDEI (Kantor Dagang Ekonomi Indonesia) di Taiwan yang merupakan nama lain dari kedutaan. Gaji yang mereka dapatkan pun sebagian disimpan atau dikirimkan ke keluarganya di Indonesia sehingga ketika pulang, kehidupan keluarganya membaik dan bisa membuka usaha sendiri.
TKI gagal, sering aku mendengar berita macam-macam tentang ini. Jadi, mereka di-
hire oleh majikan orang Taiwan melalui jalur yang benar. Tapi, gaji nya mereka hamburkan di negeri tempat dia bekerja untuk membeli barang-barang yang sebenarnya kurang begitu dibutuhkan. Hal ini dikarenakan saat mereka berangkat, ekonomi mereka bisa dikatakan kurang dan ketika mendapatkan gaji yang jika dikurs nominal nya luar biasa besar untuk mereka, gejala OKB (Orang Kaya Baru) pun melanda. Ingin beli ini itu sehingga lupa tujuan sebenarnya dia pergi ke luar negeri untuk apa. Gaya hedonisme pun muncul tidak hanya di
shopping tapi juga karaoke, memamerkan barangnya ke teman-temannya, pacaran, dan lain sebagainya. Sehingga, uangnya tidak disimpan dan tidak bisa membuka usaha sendiri di Indonesia. Ini banyak sekali terjadi.
TKI kaburan ini yang sering disorot oleh media dan menjadi problematika dua negara. Ada yang kabur karena dijahatin majikannya (biasanya disorot media Indonesia dengan berbagai foto mengenaskan >.< ) tapi ada juga yang sengaja kabur karena ingin gaji yang lebih tinggi. Ada juga yang status mereka adalah TKI illegal (dimana jumlahnya sama atau lebih banyak daripada TKI legal). Ketika mereka tertangkap, mereka akan dimasukkan ke dalam
Detention Center khusus tenaga kerja asing tidak cuma Indonesia saja, ada juga yang dari Vietnam, Filipina, dan lain sebagainya. Ketika mereka ingin dipulangkan ke Indonesia, mereka harus membayar sekitar NT$ 20,000 atau setara dengan Rp 8 juta. Nominal yang tidak sedikit untuk TKI kaburan. Sehingga mereka harus menunggu keluarganya untuk mengirimkan uang atau membantu mereka pulang. Nah, TKI kaburan ini pekerjaan nya macam-macam, ada yang negatif (you know laahh... ) ada juga yang positif (misal bekerja di toko dsb)
Terkait dengan berbagai media Indonesia yang memberitakan tentang kejahatan majikan terhadap TKI yang bekerja di rumah mereka, tidak bisa dipungkiri bahwa memang ada yang seperti itu. Bahkan aku pernah mengalami sendiri, ada mbak sebut saja namanya Bunga. Mbak Bunga ini datang ke KDEI saat kami ada acara perhitungan suara pemilu tahun 2014. Dia datang menghampiriku yang sedang duduk-duduk santai sambil makan siang. Mbak Bunga ini tiba-tiba menangis minta ketemu orang KDEI. Dia bercerita bahwa dia tidak tahan karena majikannya jahat. Pernah menyekapnya di ruang yang berisikan puluhan orang gila. Tidak sesuai dengan
job-desc yang seharusnya ia lakukan yaitu menjaga seorang nenek yang sedang sakit.
Tapi, ada juga yang ternyata memang TKI nya sendiri yang nakal dan tidak bisa diatur. Kenapa aku bisa berkata seperti ini? karena aku melihat langsung bagaimana kehidupan mereka, terutama saat hari minggu, hari libur mereka. Tapi, ini tidak bisa digeneralisir karena tidak semua TKI seperti ini.
Contohnya adalah ketika hari minggu, para TKI ini akan berkumpul kebanyakan di Taipei Main Station (TMS) bagi yang bekerja di Taipei. Di beberapa titik tertentu, mereka akan berkumpul dengan duduk di lantai dan di tempat yang menghalangi orang untuk lewat bahkan walaupun sudah ada tulisan "Dilarang Duduk" dengan bahasa Indonesia. Bayangkan, dengan bahasa Indonesia, bukan bahasa mandarin lho... Berarti pihak TMS sudah mengerti betul bahwa harus ada tulisan itu di berbagai tempat dengan menggunakan bahasa Indonesia. Tidak hanya itu, tulisan "Harap Antri" pun ditempel di mini market sekelas 7-11 atau Family Mart.
Kebiasaan berbicara lantang dan keras ternyata tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Karena masih sering aku mendengar mereka saling berteriak sehingga membuat orang Taiwan risih. Ini disebabkan perbedaan
culture. Orang Taiwan itu cenderung menghargai
privacy orang lain. Sehingga ketika di tempat umum, mereka akan cenderung bersuara lirih (bahkan di MRT mereka akan diam) dan tidak mengganggu sekitarnya.
Menjadi rahasia umum bagi orang Taiwan (aku mendapatkan cerita ini dari teman lab) bahwa saat hari Minggu lebih baik tidak ke TMS. haha
Ada seorang teman ku orang Taiwan yang mengantarku ke kantor imigrasi. Dia bercerita bahwa dia bisa membedakan mana orang Indonesia yang sekolah dan bekerja dengan cara melihat dari gaya berpakaiannya. Yang bersekolah adalah yang menggunakan pakaian rapi dan cenderung tertutup. Jikalau pun menggunakan pakaian yang terbuka, dandanannya tidak menor. Cenderung humble dan terlihat rapi ala mahasiswa. Tapi yang bekerja adalah yang menggunakan pakaian terbuka yaitu rok mini /
hot pants,
tank tops, sepatu hak tinggi, dandanan menor, dan warna pakaiannya mencolok dan tidak
match. Aku hanya bisa tertawa karena itu kenyataan walaupun tidak semua seperti itu.
Menjadi lebih tidak terkendali ketika ada konser dangdut. Karena pertikaian antar kelompok sudah pasti terjadi. Entah karena rebutan pacar ataupun hal lainnya. Biasanya sih banyak berita tentang rebutan pacar. -____-"
Pertengkaran ini bisa sampai ke ranah hukum atau bahkan dideportasi atau mungkin dipenjara karena membuat orang lain cedera. Pernah juga ada kejadian ada yang sampai meninggal.
Memang tidak bisa digeneralisir semua hal ini. Karena kawan ku yang TKI dan sangat baik pun ada. Tapi yang tidak baik mungkin lebih banyak daripada yang baik. Sayangnya, media Indonesia cenderung melebih-lebihkan pemberitaan seolah TKI Indonesia itu lemah dan tak berdaya sehingga disiksa terus. Padahal kenyataannya, tidak semua seperti itu. Ada juga TKI nakal yang harusnya tidak diijinkan masuk ke suatu negara karena tidak memiliki
skill yang cukup ataupun dari sisi mental kurang mumpuni. Sehingga menyebabkan berbagai masalah di negara tujuannya.
Masalah lain adalah karena kebanyakan TKI ini kurang berpendidikan, mereka cenderung ditipu oleh agen dan pegawai bandara. Aku pernah mendengar cerita dari suami ku yang pernah bekerja
part-time di KDEI, banyak sekali kasus TKI ini ditipu oleh agennya sendiri. Misal mereka haris membayar 50juta untuk dibernagkatkan, jika tidak bisa akan ditalangi dulu oleh agen tapi uang gajinya selama berapa bulan akan diambil agen dan jumlahnya jika ditotal lebih banyak daripada hutangnya. Terlebih jika di bandara, ada mafia bandara yang meminta uang kepada TKI ini. Aku pernah mengalami sendiri bagaimana rasisnya pihak bandara kepada para TKI. Karena aku dan kawanku yang saat itu pulang liburan pernah hampir disuruh masuk ke tempat PJTKI dan bahkan koper kawanku diperiksa sambil dipelototin. Sampai akhirnya aku bilang "Pak, saya mahasiswa!" baru deh si bapak bilang "Oh iya maaf ya mbak...maaf..." sambil tersenyum manis, berbeda dengan beberapa menit sebelumnya.
Mungkin inilah yang menjadi pemikiran pemerintah untuk memberhentikan pengiriman TKI ke luar negeri. Tidak hanya untuk mengurangi angka penyiksaan TKI oleh majikan, tapi juga supaya tenaga kerja Indonesia yang di luar negeri memiliki
skill yang cukup dan tidak menimbulkan kekacauan di negara orang. Dengan
skill yang cukup, gajinya pun akan jauh lebih tinggi dibandingkan jika menjadi
nanny, pembantu, buruh pabrik, ataupun pelaut. Pola pikirnya pun akan berbeda. Bukan pola pikir mencari gaji tinggi saja tapi juga untuk mencari hidup yang lebih baik serta mencari pengalaman sehingga ketika pulang ke Indonesia bisa membuka usaha baru yang bisa membuka lapangan pekerjaan baru untuk orang-orang di tempat asalnya. Mereka juga akan bisa bersuara jika bos nya atau majikannya melakukan tindak kejahatan sehingga bisa langsung ditangani oleh pihak berwajib. Mafia bandara pun juga tidak akan punya gawean lagi sehingga bisa ditangkap KPK.
Tapi di sisi lain, para TKI ini juga bingung. Terutama bagi TKI yang sukses. Karena jika diberhentikan, mereka harus kembali ke tanah air. Sedangkan bagi yang tidak memiliki ijazah, akan sulit bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Pemikiran untuk membuka usaha pun tidak semua orang mau dan mampu.
Semoga pemerintah bisa mendapatkan solusi dari permasalahan ini semua. Sehingga menguntungkan segala pihak. Tidak hanya menguntungkan TKI dan Indonesia tapi juga negara tujuan itu sendiri.
Menjadi mahasiswa di negara lain harusnya juga berkontribusi dengan membantu para TKI ini dengan berbagai hal positif seperti mengadakan seminar ataupun pelatihan. Terutama yang berkaitan dengan menjaga akhlaknya, menyimpan uangnya dan menjadi
enterpreneur. Sehingga apa yang dia kerjakan selama di luar negeri tidak akan sia-sia.